BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini dengan
berbagai teknologi yang sudah semakin maju, setiap orang dapat memanfaatkan
teknologi saat ini dengan mudah untuk melakukan usaha guna memenuhi kebutuhan
hidupnya. Akan tetapi dengan kemajuan teknologi saat dapat dengan mudah
melakukan Pembajakan terhadap hasil karya orang lain dan di jual untuk
mendapatkan keuntungan dari hasil pembajakan hasil karya orang lain.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan bahwa pembajakan merupakan
pelanggaran hak cipta, dikatakan pelanggaran hak cipta karena telah melanggar
hak eksklusif dari pencipta atau pemegang hak cipta. Hak eksklusif adalah
hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak
lain yang boleh memanfaatkan seperti mengumumkan atau memperbanyak hak tersebut
tanpa izin pemegangnya. Dalam pengertian “mengumumkan atau memperbanyak” adalah
termasuk didalamnya kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, menjual, menyewa dan
mengomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun.
Hak cipta adalah hak dari pembuat sebuah
ciptaan terhadap ciptaannya dan salinannya. Pembuat sebuah ciptaan memiliki hak
penuh terhadap ciptaannya tersebut serta salinan dari ciptaannya tersebut.
Hak-hak tersebut misalnya adalah hak-hak untuk membuat salinan dari ciptaannya
tersebut, hak untuk membuat produk derivatif, dan hak-hak untuk menyerahkan
hak-hak tersebut ke pihak lain. Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan
tersebut dibuat.
Saat ini,
teknologi mempunyai peran yang
sangat
signifikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Negara yang
menguasai dunia adalah
negara yang
menguasai teknologi. Amerika serikat, Jerman, Perancis, Rusia dan Cina merupakan
contoh negara yang sangat maju dalam bidang teknologi sehingga mereka
mampu memberi pengaruh
bagi negara lain.
Negara-nnegara tersebut melindungi teknologi mereka secara ketat. Jadi jika ada seorang mahasiswa asing yang belajar dalam
bidang teknologi
di
negara-negara tersebut,
maka
dosen
tidak menularkan seluruh ilmunya kepada si mahasiswa tersebut. Karena itu,
Indonesia perlu
merangsang
warga negaranya untuk mengembangkan teknologi dengan
mengembangkan
sistem
perlindungan terhadap karya intelektual di bidang teknologi yang berupa pemberian
hak cipta dan hak paten.
Hak Paten yang dapat dilakukan oleh para masyarakat atau pihak-pihak yang
akan
mempatenkan hasil inovasinya sebagai hak dari mereka sendiri.
Pengetahuan mengenai hak paten
dan hak cipta ini sangat penting untuk melindungi dan menjaga hasil karya mereka yang
memiliki inovasi. Menyadari pentingnya pengetahuan hak paten dan hak cipta ini, maka disusunlah
makalah
mengenai hak cipta dan hak paten agar mampu memberikan penjelasan dan
menambah wawasan kita semua. Agar kita bisa belajar
mengetahui betapa pentingnya hak cipta dan hak paten seseorang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hak eksklusif (exclusive rights) bagi
pencipta artinya adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi penciptanya,
sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak
tersebut tanpa izin pencipta atau yang menerima hak tersebut. Hak cipta timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan selesai
dibuat. Dengan demikian, suatu ciptaan yang diumumkan maupun yang tidak atau
belum diumumkan, kedua-duanya memperoleh perlindungan hak cipta.
Hak cipta bukanlah suatu hak yang berlakunya secara absolut. Hak
cipta dibatasi dengan adanya frase dalam ketentuan Pasal 1 angka 1
UUHC 2002 yang menyatakan “dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan
yang berlaku”. Pembatasan dimaksud sudah tentu bertujuan agar dalam setiap pemanfaatan hak cipta tidak
sewenang-wenang dan harus memperhatikan
pembatasan hak cipta yang diatur dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 18 UUHC 2002. Pemanfaatan hak cipta juga harus
mempertimbangkan apakah hal itu tidak bertentangan atau tidak merugikan kepentingan
umum.
Berikut ini akan dijelaskan dua komponen hak yang terkandung dalam hak cipta, yaitu:
a. Hak Moral
Hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk mencantumkan atau tidak
mencantumkan nama, baik nama asli maupun samarannya, dan juga untuk
mempertahankan haknya jika terjadi distorsi, mutilasi, atau modifikasi ciptaan
yang dapat bersifat merugikan kehormatan dan reputasinya. Hak moral dapat dialihkan dengan selama pencipta
masih hidup, dan jika pencipta sudah meninggal maka pengalihan dilakukan dengan
cara wasiat atau sebab lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sehubungan dengan pengalihan hak moral ini, penerima boleh melepaskan
atau menolak haknya dengan pernyataan tertulis.
b. Hak Ekonomi
Hak
ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas suatu ciptaan untuk melakukan :
- Penerbitan
ciptaan;
- Penggandaan
ciptaan;
- Penerjemahan
ciptaan;
- Pengadaptasian,
pengaransemenan, atau pentranformasian ciptaan;
- Pendistribusian
ciptaan;
- Pertunjukan ciptaan;
- Pengumuman
ciptaan;
- Komunikasi
ciptaan;
- Peyewaan
ciptaan.
2.2 Dasar Hukum
Perlindungan Hak Cipta
Di Indonesia, Hak Cipta diatur di dalam Undang-undang terbaru
yaitu UU Nomor 28 Tahun 2014. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mengatur
Hak Cipta dan Hak Terkait. Hak Cipta
yang dimaksud merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan
hak ekonomi
Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan
hak eksklusif yang meliputi :
a. Hak moral Pelaku Pertunjukan;
b. Hak ekonomi Pelaku Pertunjukan;
c. Hak ekonomi Produser Fonogram; dan
d. Hak ekonomi Lembaga Penyiaran.
2.3 Pengalihan Hak Cipta
Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian
karena
a.
Pewarisan;
b.
Hibah;
c.
Wasiat;
d.
Perjanjian tertulis; atau
e.
Sebab-sebab lain yang
dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya
meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan
Hak Cipta tersebut tidak dapat disita,
kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Hak Cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah Penciptanya
meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan
Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara
melawan hukum.
Pengalihan
hak cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, tetapi harus dilakukan secara
tertulis baik dengan maupun tanpa akta notariil. Artinya, jika
pengalihan hak tidak dilakukan secara tertulis melainkan melalui lisan saja,
maka kemungkinan pengalihan hak cipta tersebut tidak akan cukup mengikat secara
hukum.
Cara pengalihan hak cipta yang
paling sering digunakan adalah melalui perjanjian tertulis.
Ada dua cara pengalihan hak cipta khususnya hak ekonomi melalui perjanjian tertulis, yang pertama adalah pengalihan hak cipta dari pencipta kepada pemegang hak cipta dalam bentuk assignment atau penyerahan yang menyebabkan kepemilikan hak cipta berpindah seluruhnya dan selama-lamanya kepada pihak yang mendapat penyerahan. Sedangkan cara kedua adalah dengan memberikan izin atau lisensi berdasarkan suatu perjanjian yang mencantumkan hak-hak pemegang hak cipta dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu dalam kerangka eksploitasi ciptaan yang hak ciptanya tetap dimiliki oleh pencipta.
2.4 Ciptaan yang dilindungi
Dalam mendapatkan perlindungan hak cipta, harus untuk ciptaan yang
merupakan kreatifitas dan hasil kerja sendiri yang terbukti keasliannya. Ciptaan itu sendiri yaitu hasil
setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
Dalam Undang- undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup :
a.
Buku,
pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lainnya;
b.
Ceramah,
kuliah, pidato,
dan Ciptaan sejenis lainnya;
c.
Alat peraga
yang dibuat untuk kepentingan pendidikan
dan
ilmu pengetahuan;
d.
Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e.
Drama, drama
musikal, tari, koreografi,
pewayangan,
dan pantomim;
f.
Karya seni rupa dalam segala
bentuk seperti lukisan,
gambar, ukiran,
kaligrafi,
seni pahat,
patung,
atau kolase;
g.
Karya
seni terapan;
h.
Karya
arsitektur;
i.
Peta;
j.
Karya
seni batik atau seni motif lain;
k.
Karya
fotografi;
l.
Potret;
m.
Karya sinematografi;
n.
Terjemahan, tafsir, saduran,
bunga rampai, basis data,
adaptasi, aransemen, modifikasi
dan karya lain dari
hasil
transformasi;
o.
Terjemahan, adaptasi,
aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi
budaya tradisional;
p.
Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca
dengan Program
Komputer maupun
media lainnya;
q.
Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi
tersebut
merupakan karya
yang asli;
r.
Permainan video;
s.
Program Komputer.
Hasil karya yang tidak dilindungi Hak Cipta meliputi:
a.
Hasil
karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
b.
Setiap
ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah
diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah
Ciptaan; dan
c.
Alat,
Benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis
atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.
Tidak ada Hak Cipta atas hasil karya berupa:
a.
Hasil
rapat terbuka lembaga negara;
b.
Peraturan
perundang-undangan;
c.
Pidato
kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah;
d.
Putusan
pengadilan atau penetapan hakim; dan
e.
Kitab
suci atau simbol keagamaan.
2.5 Masa Berlaku Hak Cipta
a. Hak Cipta atas Ciptaan :
§ Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain;
§ Ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lainnya;
§
Alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
§ Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
§ Drama atau drama musikal, tari, koreografi, Pewayangan, dan
Pantomim;
§ Karya seni rupa dalam segala bentuk
seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
§ Karya Arsitektur;
§ Peta;
§ Karya
seni batik atau seni motif lain.
Jika Penciptanya satu orang maka berlaku
selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun
setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun
berikutnya.
Jika dimiliki oleh dua orang atau lebih,
pelindungan Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling
akhir dan berlangsung selama 70 tujuh puluh tahun
sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
Jika dimiliki atau dipegang oleh badan
hukum berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.
b. Hak Cipta atas Ciptaan :
-
Karya
fotografi;
-
Potret;
-
Karya
sinematografi;
-
Permainan
video;
-
Program
Komputer;
-
Perwajahan
karya tulis;
-
Terjemahan,
tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan
karya lain dari hasil transformasi;
-
Terjemahan,
adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
-
Kompilasi
Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer
atau media lainnya; dan
-
Kompilasi
ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang
asli,
Berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.
c. Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima
puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.
d. Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh penerbit berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diterbitkan.
Masa Berlaku Hak Moral
Masa berlaku hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 berlaku
secara mutatis mutandis terhadap hak moral Pelaku Pertunjukan.
Masa Berlaku Hak Ekonomi
Pelindungan hak ekonomi bagi :
a. Pelaku Pertunjukan, berlaku selama 50
(lima puluh) tahun sejak pertunjukannya difiksasi dalam Fonogram atau
audiovisual;
b. Produser Fonogram, berlaku selama 50
(lima puluh) tahun sejak Fonogramnya difiksasi; dan
c. Lembaga Penyiaran, berlaku selama 20
(dua puluh) tahun sejak karya siarannya pertama kali disiarkan.
Masa berlaku pelindungan hak ekonominya terhitung mulai tanggal 1
Januari tahun berikutnya.
2.6 Pendaftaran Ciptaan
Pada dasarnya pencipta sudah memiliki hak cipta atas karya ciptaan yang
telah dia buat. Namun untuk menjaga-jaga agar tidak ada yang mengkomplain atau
menjiplak ciptaas yang telah dibuat oleh pencipta, maka harus didaftarkan hak
ciptanya untuk membuktikan bahwa ciptaan tersebut hasil karya dari pencipta
yang bersangkutan.
Pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.
Tata cara pencatatan hak cipta yaitu :
a. Pencipta
harus mengisi formulir yang pendaftaran yang disediakan, dengan melengkapi :
-
Nama
Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, atau nama pemilik produk Hak Terkait;
-
Tanggal
penerimaan surat Permohonan;
-
Tanggal
lengkapnya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67; dan
- Nomor pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait.
b. Pencipta
harus melampirkan contoh ciptaan dan sedikit deskripsi ciptaan yang akan
didaftarkan
c. Pencipta
atau pemegang hak cipta harus melampirkan bukti kewarganegaraannya
d. Melampirkan
badan hukum jika pemohon adalah badan hukum atau melampirkan surat kuasa jika
melalui kuasa
e. Membayar
biaya permohonan disesuaikan dengan jenis ciptaan yang akan didaftarkan.
f. Setelah
itu diserahkan ke pihak administratif untuk diperiksa. Jika data tidak lengkap,
maka akan dikembalikan ke pemohon untuk di lengkapi lagi dengan pemberian waktu
selama 3 bulan, namun jika tidak ada perbaikan dari pihak pemohon, maka
pendaftaran dinyatakan ditolak.
g. Jika
datanya telah lengkap maka akan masuk
tahap evaluasi kemudian didaftarkan
h. Menteri memberikan keputusan menerima
atau menolak permohonan dalam waktu paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung
sejak tanggal diterimanya Permohonan yang memenuhi persyaratan.
i.
Apabila sudah diterima, maka akan diberi
surat pendaftaran ciptaan.
2.7
Sanksi-sanksi Hukum Pelanggaran Hak Cipta
Berikut jenis pelanggaran hak cipta beserta sanksi yang diberikan
berdasarkan Undang-Undang.
1.
Bagi yang tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak
suatu ciptaan, sebagaimana yang terkait pada
pasal 2 ayat (1) atau pasal 24 (1) dipidana dengan pidana penjara
paling singkat satu bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu
juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
2.
Bagi yang sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah).
3.
Bagi yang tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah).
2.8
Studi
Kasus Pelanggaran Hak Cipta
1.
HTC Tuntut Apple Atas Pelanggaran Hak Cipta
TEMPO Interaktif, Jakarta -
HTC Corporation, perusahaan pembuat telepon seluler cerdas terbesar kedua di
Asia, menuntut Apple atas pelanggaran hak cipta. HTC berani mengambil langkah
tersebut setelah membeli sembilan hak paten dari Google Inc.
Masalah tuntut-menuntut hak cipta dalam dunia digital menjadi tren
saat ini. Hal itu tak lepas dari berbagai produk yang ada di pasaran yang
memang memiliki kemiripan, baik dari segi fisik atau tampilan maupun dari
konten sistem operasi. Contoh paling panas adalah
perseteruan antara Apple dan Samsung. Apple merasa Samsung menjiplak
mentah-mentah teknologi iPad dalam wujud Galaxy Tab. Tuntutan pelanggaran hak
cipta pun dilayangkan. Buntutnya, Galaxy Tab dilarang beredar di Eropa. Samsung juga balik menuntut. Apple dianggap mencuri beberapa
teknologi yang merupakan hasil karya perusahaan asal Korea Selatan itu.
Tuntutan pun dilayangkan di beberapa negara Asia, termasuk Jepang dan Korea
Selatan. Kini, perusahaan asal Taiwan, HTC, ikut menuntut Apple atas
pelanggaran empat dari sembilan hak cipta yang baru saja dibeli dari Google,
pekan lalu. Berkas tuntutan dimasukkan ke pengadilan di Delaware, Amerika
Serikat. Ketika Google mengakuisisi Motorola Mobility, bulan lalu,
perusahaan mesin pencari terbesar itu mendapatkan 17 ribu hak paten baru.
Jumlah itu cukup bagi Google untuk membuka toko paten dan
"membagi-bagikan" ke perusahaan mitra kerja. Google memang sudah lama berseteru dengan Apple soal hak paten.
Kini, dengan senjata baru 17 ribu hak paten itu, Google bisa mengajak mitra
usahanya menggempur perusahaan yang pernah dipimpin oleh Steve Jobs itu.
HTC menjadi salah satu mitra usaha Google yang pertama menuntut
Apple berbekal hak paten yang dibeli dari Google. Keempat paten tersebut berasal
dari Motorola, tiga dari Openwave Systems, dan dua dari Palm. Sebelumnya, HTC juga mengajukan tuntutan hak paten kepada Apple.
Namun hingga kini, tuntutan itu belum membuahkan hasil. Dengan amunisi baru,
HTC kembali maju. Mereka menyatakan Apple telah menjiplak konten sistem operasi
Android di iPhone. Keterlibatan Google dalam membantu HTC
merupakan bukti bahwa perang hak paten dalam teknologi digital, khususnya
telepon seluler cerdas, semakin terbuka dan memanas. "Ini seperti sebuah
permainan," kata Will Stofega, analis teknologi. Stofega mengatakan Google berkepentingan mengamankan hak paten
atas sistem operasi Android. "Google butuh dukungan dari pelanggannya agar
para pelanggan tetap setia bersama mereka." Google,
yang belum pernah dituntut secara langsung oleh Apple, selama ini dikritik atas
tindakannya yang membiarkan mitra kerja pengguna Android diserang habis-habisan
oleh Apple. Kini, Google bisa sedikit bergerak dengan menjual hak paten
miliknya. Selain mendapatkan sembilan hak cipta, HTC membeli S3 Graphics Co,
hanya berselang sepekan setelah mereka mengajukan tuntutan hak paten terhadap
Apple. Selama ini, HTC-lah yang dituntut oleh Apple atas pelanggaran hak cipta.
"Google tahu betul bahwa HTC dalam kondisi sangat tertekan
oleh berbagai tuntutan yang diajukan Apple dan kemungkinan kalah sangat
besar," ucap Florian Mueller, konsultan teknologi asal Jerman. Google, yang memiliki kurang dari 1.000 hak paten pada awal tahun
ini, menyatakan akan membangun portofolio hak cipta yang lebih kokoh. Hal
tersebut untuk menangkal berbagai serangan atas hak kekayaan intelektual yang
semakin gencar dilayangkan. HTC dan Apple adalah bagian
dari "permainan" tuntut-menuntut soal hak cipta di antara perusahaan
pembuat ponsel cerdas. Itu lantaran nilai pasar ponsel cerdas semakin
menggiurkan. Menurut perusahaan riset HIS Inc, nilai pasar ponsel cerdas tahun
ini mencapai US$ 206,6 juta.
2.9
Definisi
Hak Paten
Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang
awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk
pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah
letters
patent,
yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang
memberikan hak eksklusif kepada
individu dan pelaku bisnis tertentu.
Dari definisi
kata
paten itu sendiri, konsep paten mendorong
inventor untuk membuka
pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten
tidak mengatur
siapa yang
harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak
monopoli.
Menurut
undang-undang
nomor 14 tahun
2001 tentang
Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang
teknologi, yang untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri invensinya
tersebut atau memberikan persetujuannya kepada
pihak
lain
untuk
melaksanakannya. (UU 14
tahun 2001, ps. 1, ayat 1)
Dalam hak
paten
memiliki istilah
sebagai berikut:
Invensi adalah
ide Inventor
yang dituangkan
ke
dalam suatu
kegiatan pemecahan masalah yang
spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk
atau
proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk
atau proses. (UU 14 tahun
2001, ps. 1, ay. 2)
Inventor adalah
seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan
ide
yang dituangkan
ke dalam kegiatan
yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun
2001, ps. 1, ay. 3)
Pemegang Paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak yang lain menerima lebih lanjut hak tersebut,
yang terdaftar dalam Daftar
Umum Paten.
2.10
Invensi Yang tidak dapat diberi Paten
Yang tidak dapat diberi paten adalah invensi tentang:
1) Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya
bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan;
2) Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang
diterapkan terhadap manusia dan/atau
hewan;
3) Teori dan metode dibidang ilmu
pengetahuan dan
matematika; atau
4) Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik serta proses biologis yang esensial untuk
memproduksi tanaman atau
hewan kecuali proses non biologis atau
proses mikrobiologis.
2.11
Subjek Paten
Mengenai subjek paten,
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2001 menyebutkan: yang berhak memperoleh paten adalah inventor atau yang menerima lebih lanjut hak
inventor yang bersangkutan. Ketentuan
ini
memberi penegasan bahwa hanya penemu
atau yang berhak
menerima lebih lanjut hak
penemu, misalnya
karena pewarisan,
hibah,
wasiat,
perjanjian, atau
sebab-sebab lain, yang
berhak
memperoleh
paten atas penemuan yang
bersangkutan. Yang
dianggap sebagai penemu adalah mereka yang
untuk pertama kali mengajukan permintaan paten, kecuali terbukti sebaliknya.
Artinya
undang-undang memakai titik tolak bahwa orang
atau
badan yang pertama kali mengajukan permintaan paten dianggap sebagai penemunya. Tetapi apabila di kemudian hari terbukti sebaliknya dengan bukti kuat
dan
meyakinkan, maka status sebagai penemu dapat berubah. Jika suatu invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama-sama, hak atas invensi tersebut
dimiliki
secara bersama-sama oleh inventor yang bersangkutan. Inventor
berhak
mendapatkan imbalan yang
layak dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang
diperoleh dari invensi. Imbalan dapat dibayarkan: dalam jumlah tertentu dan sekaligus, persentase, gabungan jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus, gabungan antara persentase dan
hadiah
atau
bonus atau bentuk lain yang disepakati para pihak yang besarnya ditetapkan oleh
pihak-pihak yang bersangkutan.
2.12
Hak dan Kewajiban Pemegang
Paten
Mengenai Hak Pemegang paten
diatur dalam Pasal 16
Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2001 yang menyatakan :
1) Pemegang
paten memiliki hak eksklusif
untuk melaksanakan paten yang
dimilikinya,
dan melarang orang lain yang
tanpa persetujuan:
a) dalam
hal paten produk: membuat, menjual,
mengimport,
menyewa,
menyerahkan memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan
atau diserahkan produk yang diberi paten
b) dalam hal paten proses: menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang
dan
tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a.
2) Pemegang paten berhak memberikan
lisensi kepada orang lain
berdasarkan surat perjanjian lisensi.
3) Pemegang paten berhak menggugat ganti rugi
melalui
pengadilan negeri setempat, kepada siapapun, yang
dengan sengaja dan
tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir
1 di atas.
4) Pemegang paten berhak menuntut orang yang sengaja dan tanpa hak melanggar
hak
pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang
dimaksud dalam butir 1 di atas.
Mengenai kewajiban
pemegang paten
wajib
membuat
produk atau menggunakan proses yang diberi paten di Indonesia. Dengan kewajiban
ini, berarti
setiap pemegang
paten diharuskan untuk melaksanakan patennya yang diberi di Indonesia melalui pembuatan produk
atau menggunakan
proses yang dipatenkan
tersebut, dengan harapan dapat menunjang adanya alih teknologi, penyerapan investasi, dan penyediaan lapangan kerja. Kewajiban lainnya disebutkan dalam Pasal 18 Undang-Undang Paten Tahun 2001, bahwa pemegang paten
atau penerima lisensi
suatu
paten diwajibkan untuk membayar biaya tahunan untuk
pengelolaan kelangsungan
berlakunya paten
dan pencatatan lisensi.
2.13
Peraturan perundang-undangan yang mengatur Paten
Di Indonesia pengaturan hak paten ini sebelum keluarnya UU no. 6/1989 yang telah diperbaharui dengan UU No.13/1997 dan terakhir dengan UU No. 14 Tahun
2001 tentang hak paten adalah berdasarkan Octroiwet
1910 sampai keluarnya
pengumuman
Menteri
Kehakiman
tertanggal
12
Agustus 1953 No.
J.S
5/41/4 tentang pendaftaran sementara oktroi dan pengumuman Menteri Kehakiman tertanggal 29 Oktober 1953 J.G. 1/2/17 tentang
permohonan sementara oktroi dari
luar
negeri.
Berikut adalah
Undang-Undang tentang Paten,
diantaranya:
1.
Undang-undang No.14
Tahun 2001 tentang Paten
(UUP);
2.
Undang-undang No.7
Tahun 1994 tentang Agreement Establishing the
Word
Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia);
3.
Keputusan persiden No. 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the protection of industrial
property;
4.
Peraturan Pemerintah
No.34 Tahun 1991 tentang Tata Cara Pemerintah
Paten;
5.
Peraturan Pemerintah
No. 11 Tahun 1991 tentang Bentuk dan
Isi Surat Paten;
6.
Keputusan
Menkeh No.
M.01-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Paten Sederhana;
7. Keputusan Menkeh No. M.02-HC.01.10 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan
pengumuman
paten;
8. Keputusan
Menkeh No.
N.04-HC.02.10
Tahun 1991 tentang Persyaratan, Jangka Waktu,
dan Tata Cara Pembayaran Biaya Paten;
9. Keputusan
Menkeh No.M.06.-
HC.02.10 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan
Pengajuan Permintaan Paten;
10. Keputusan Menkeh
No.M.07-HC.0210 Tahun
1991
tentang Bentuk
dan Syarat-syarat
Permintaan
Pemeriksaan Substantif Paten;
11. Keputusan Menkeh No. M.08-HC.02.10
Tahun 1991 tentang Pencatatan dan
Permintaan
Salinan
Dokumen Paten;
12. Keputusan Menkeh No. M.04-PR.07.10 Tahun 1996 tentang Sekretariat Komisi
Banding Paten;
13. Keputusan Menkeh
No. M.01-HC.02.10 Tahun
1991
tentang Tata
Cara
Pengajuan Permintaan Banding Paten.
2.15
Proses
Pendaftaran Paten
Proses pendaftaran paten ini dimulai dengan mengajukan permohonan paten.
Pasal 20 Undang-Undang
Paten
Nomor 14 Tahun
2001 menyatakan
bahwa paten diberikan atas dasar permohonan dan Pasal 21 Undang-Undang Paten Nomor 14
Tahun 2001 menyatakan
bahwa setiap permohonan hanya dapat diajukan
untuk satu Invensi atau beberapa Invensi yang merupakan satu kesatuan Invensi.Dari ketentuan
Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 ini, jelas
ditentukan bahwa pemberian paten
didasarkan pada permohonan yang diajukan oleh Inventor atau
kuasanya. Artinya, tanpa adanya permohonan seseorang paten tidak akan diberikan.
Permohonan
paten dimaksud hanya dapat diajukan baik
untuk satu Invensi atau
beberapa Invensi yang merupakan
satu
kesatuan
dan saling berkaitan
erat.
Pada dasarnya, permohonan paten harus diajukan oleh Inventor dan disertai dengan membayar biaya permohonan kepada Direktorat
Jenderal HaKI. Dalam hal
permohonan tidak diajukan oleh Inventor atau diajukan oleh pemohon yang
bukan Inventor, menurut Pasal 23 Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001
permohonan tersebut harus disertai pernyataan yang dilengkapi bukti yang
cukup
bahwa ia berhak atas Invensi yang bersangkutan dan Inventor dapat meneliti surat permohonan dimaksud dan atas biayanya sendiri dapat meminta salinan dokumen permohonan
tersebut.
Ada
dua
sistem
pendaftaran
paten
yang
dikenal di dunia,
yaitu
: sistem
registrasi dan sistem ujian. Menurut sistem registrasi setiap
permohonan
pendaftaran
paten diberi paten
oleh kantor paten
secara otomis.
Spesifikasi dari permohonan
tersebut hanya memuat
uraian
dan monopoli yang
diminta dan tidak diberi
penjelasan
secara
rinci. Karenanya
batas-batas
monopoli
tidak dapat
diketahui
sampai pada saat timbul sengketa yang dikemukakan di sidang pengadilan yang
untuk pertama kali akan
menetapkan
luasnya monopoli yang diperbolehkan.
Pada awalnya, sistem pendaftaran paten yang banyak dipakai adalah sistem registrasi. Namun karena jumlah permohonan makin
lama semakin
bertambah,
beberapa sistem registrasi lambat laun diubah
menjadi sistem ujian
dengan pertimbangan bahwa paten seharusnya
lebih jelas
menyatakan
monopoli yang
dituntut dan selayaknya sejauh
mungkin monopoli-monopoli yang
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan tidak akan diberi paten. Sebuah syarat telah ditetapkan bahwa semua spesifikasi paten harus meliputi klaim-klaim yang dengan jelas
menerangkan monopoli yang
akan dipertahankan sehingga pihak lain secara mudah
dapat mengetahui yang mana yang dilarang oleh monopoli dan yang mana yang
tidak
dilarang.
Dengan sistem ujian, seluruh instansi terkait diwajibkan untuk
menguji setiap
permohonan pendaftaran dan
bila
perlu mendesak
pemohon agar mengadakan
perubahan (amandement) sebelum hak
atas paten
tersebut diberikan.
Pada umumnya
ada
tiga unsur (kriteria)
pokok yang diuji :
a. Invensi harus memenuhi
syarat-syarat untuk diberi hak atas paten menurut
Undang-Undang Paten. Sedangkan syarat untuk mendapatkan
hak
paten
yaitu:
§ Penemuan
tersebut merupakan
penemuan baru.
§ Penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial.
Suatu penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri (karena harganya sangat mahal
/ tidak ekonomis), maka tidak
berhak atas paten.
§ Penemuan
tersebut merupakan penemuan yang
tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya pensil + penghapus
menjadi
pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.
b. Invensi baru harus mengandung sifat kebaruan.
c. Invensi harus mengandung unsur menemukan sesuatu yang bersifat kemajuan (invention
step) dari apa yang telah
diketahui.
Di Indonesia sendiri ketentuan tentang
sistem pendaftaran paten semula merujuk pada Pengumuman
Menteri Kehakiman
tanggal 12 Agustus 1853 No. J.S.5/41/4 (Berita Negara No. 53-69) tentang Permohonan Sementara Pendaftaran
Paten.
Adapun syarat-syarat permohonan pendaftaran menurut Pengumuman Menteri Kehakiman tersebut adalah
:
a. Permohonan
pendaftaran paten harus disusun
dalam bahasa Indonesia atau
dalam
bahasa si pemohon dengan disertai terjemahannya dalam
bahasa
Indonesia. Surat permohonan harus ditandatangani oleh si pemohon sendiri dan
harus disebut dalam surat itu nama, alamat dan kebangsaan pemohon. Syarat
demikian harus dipenuhi pula apabila permohonan diajukan oleh seseorang yang
bertindak bagi dan
atas nama pemohon
selaku
kuasanya;
b. Surat permohonan harus disertai : Sebuah uraian dari ciptaan baru (maksudnya
temuan
baru
dari penulis yang dimintakan rangkap tiga (3). Jika perlu sebuah
gambar atau lebih dan
setiap gambar harus dibuat rangkap dua (2). Surat kuasa,
apabila permohonan diajukan oleh seorang kuasa. Surat pengangkatan seorang kuasa yang bertempat tinggal di Indonesia;
c. Biaya-biaya yang ditentukan;
§ Permohonan
paten: Rp.
575.000,-/permohonan
§ Permohonan pemeriksaan subtantif paten: Rp. 2 juta (diajukan dan
dibayarkan setelah 6 bln dari tanggal pemberitahuan pengumuman paten)
§ Permohonan paten sederhana: Rp. 475.000,- (terdiri dari biaya
permohonan paten sederhana Rp. 125.000
dan biaya permohonan
pemeriksaan
subtantif
Rp. 350.000,-)
d.
Keterangan tentang belum atau sudah dimintakannya hak paten di luar negeri
atas permohonan
yang diajukan
itu
dan kalau
sudah dimintakannya,
apakah sudah diberi hak paten di luar negeri negeri tersebut.
Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 menggunakan sistem pemeriksaan yang ditunda. Hal ini dapat dilihat dari tahap-tahap pemeriksaan,
yaitu
pemeriksaan substansi dilakukan setelah dipenuhi syarat-syarat administratif.
Adapun syarat-syarat administratif yang
harus dipenuhi untuk mengajukan
permintaan paten dapat dilihat dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2001 yang berbunyi sebagai berikut:
§ Mengajukan permohonan
secara tertulis
dalam bahasa Indonesia kepada
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual Kementrian
Hukum dan
Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia
§ Permohonan
harus memuat:
1.
Tanggal,
bulan, dan tahun permohonan.
2.
Alamat
lengkap pemohon.
3.
Nama lengkap
dan kewarganegaraan inventor.
4.
Nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan
diajukan melalui
kuasa.
5.
Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan
diajukan oleh kuasa.
6.
Pernyataan
permohonan
untuk diberi paten.
7.
Judul invensi.
8.
Klaim yang terkandung
dalam invensi.
9.
Deskripsi tentang invensi, yang secara lengkap
memuat keterangan tentang cara melaksanakan
invensi.
10. Gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan
untuk memperjelas invensi dan Abstraksi invensi.
Setelah melalui tahapan pemeriksaan, Direktorat Jenderal berkewajiban
memberikan keputusan untuk menyetujui permintaan paten dan dengan demikian memberi paten atau menolaknya. Apabila berdasarkan
pemeriksaan dihasilkan kesimpulan bahwa
penemuan
yang dimintakan paten dapat diberi paten, Direktorat Jenderal memberikan Surat Paten kepada orang yang mengajukan permintaan paten. Begitu pula sebaliknya bila kesimpulannya tidak memenuhi
syarat, maka permintaan ditolak.
Namun kemudian setelah keluar Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1989,
yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997, ketentuan
ini
disempurnakan lagi melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, prosedur permohonan paten sudah disebut secara rinci dan menyamai prosedur permohonan
paten di negara-negara lain di
seluruh dunia.
2.16 Pengalihan dan Jangka Waktu Paten
Paten atau pemilikan
paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun
sebagian. Hal ini dapat jelas terlihat dari bunyi pasal berikut :
Pasal 66
1)
Paten dapat beralih atau dialihkan
baik
seluruhnya maupun
sebagian
karena:
a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. perjanjian
tertulis;
e. sebab lain
yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan.
2)
Pengalihan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b,
dan huruf c, harus disertai dokumen asli Paten berikut hak lain yang
berkaitan
dengan Paten itu.
3)
Segala bentuk
pengalihan
Paten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib
dicatat dan diumumkan dengan
dikenai biaya.
Perlindungan hukum terhadap
Invensi yang dipatenkan diberikan untuk masa jangka waktu tertentu.
Selama masa jangka waktu
tertentu, penemunya dapat melaksanakan sendiri Invensinya atau menyerahkan kepada orang lain untuk
melaksanakan. Baru setelah itu Invensi yang di patenkan
tersebut berubah menjadi milik
umum atau berfungsi sosial.
Masa
jangka
waktu perlindungan hukum terhadap paten ini
dicantumkan dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa :
“Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu
tidak dapat diperpanjang.
Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu
Paten
dicatat dan
diumumkan.”
Untuk menjamin kelangsungan paten itu dari tahun ke tahun, pemegang
paten harus membayar biaya. Pasal 115 menetapkan bahwa paten dinyatakan batal demi
hukum jika kewajiban membayar biaya tahunan
tidak
dipenuhi selama tiga tahun berturut-turut.
2.17 Kegunaan Paten
§ Paten
merupakan
pendorong bagi dilakukannya
berbagai
kegiatan riset dan pengembangan secara
efisien, karena
dapat mendorong
berbagai perusahaan menyediakan
anggaran besar
untuk peneltian, riset dan
pengembangan
suatu
produk.
§ Paten
sebagai alat kaum kapitalis
yang memanfaatkan posisi
dominannya, karena mereka dapat membayar untuk
memanfaakan suatu penemuan.
§ Paten
sebagai alat penghargaan karya, jika perlindungan hukum
mengenai paten tidak diterapkan
dengan baik, orang
yang berbakat akan
pindah ke negara lain yang lebih menghargai karyanya.
§ Membantu
menggalakkan perkembangan teknologi
pada suatu negara
dihargai dan tidak
dijiplak.
§ Membantu
menciptakan suasana yang kondusif
bagi tumbuhnya industri lokal
§ Membantu
perkembangan teknologi dan
ekonomi dengan fasilitas lisens
§ Adanya alih teknologi
2.18
Pelanggaran dan Sanksi
Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) bagi barangsiapa yang dengan sengaja dan
tanpa hak melanggar hak pemegang Paten dengan melakukan salah satu tindakan
yaitu
membuat, menggunakan,
menjual, mengimpor,
menyewakan,
menyerahkan,
atau menyediakan untuk dijual atau disewakan
atau diserahkan produk
yang diberi Paten dan menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk
membuat barang dan
tindakan
lainnya.
Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus juta lima puluh juta rupiah) bagi barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang
Paten Sederhana dengan melakukan salah
satu
tindakan yaitu membuat, menggunakan, menjual, mengimpor,
menyewakan,
menyerahkan,
atau menyediakan untuk
dijual atau disewakan atau diserahkan
produk yang diberi Paten dan menggunakan proses produksi yang diberi Paten
untuk membuat barang dan tindakan lainnya.
2.19
Studi
Kasus Pelanggaran Hak Paten
1. Xiaomi Digugat Atas Pelanggaran Hak Paten
NEW
YORK –
Setelah Apple dan Samsung “ribut” karena urusan paten, kini masalah paten
menimpa produsen asal China, Xiaomi. Pabrikan asal Negeri Bambu itu dituduh
melanggar hal paten milik Blue Spike LLC. Blue Spike LLC menuduh Xiaomi telah
melanggar terhadap paten Amerika Serikat 8.930.719 B2, yang berjudul “Data
Protection Method and Device”. Blue Spike mengklaim, paten digunakan oleh
Xiaomi tanpa izin pada model Xiaomi Mi 4, Mi 4 LTE, Xiaomi Mi 4c, Mi 4i, Mi
Note Plus, Redmi 1S, Redmi 2, Redmi 2 Prime, Redmi 2A, dan Redmi Note 2,
seperti diberitakan Phone Arena, Senin (7/12/2015). Menariknya,
handset yang belum diumumkan Xiaomi yakni Mi 5 dan Mi 5 Plus ikut masuk dalam
daftar pelanggaran paten. Blue Spike mengatakan, ia memiliki bisnis sah yang
bergulir seputar software Address Space Layout Randomization (ASLR), sistem,
dan teknologi. Akan tetapi dari pencarian cepat Google, muncul kasus
pelanggaran paten lainnya yang diajukan oleh perusahaan tersebut. Terlepas dari
situ, Blue Spike mengharapkan Xiaomi bisa menyelesaikan masalah ini dengan cepat
agar tidak menunda ponsel teranya nanti. Sekadar informasi, belum lama ini
muncul gambar yang diduga miliki Mi 5, di mana gambar tersebut menunjukkan Mi 5
memiliki bentang layar 5,2 inci hampir tidak memiliki tepi layar atau bezel.
Layar tersebut memiliki resolusi 1.440 x 2.560 piksel.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin
untuk itu dengan tidak menguranngi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang memberi
arti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak atas kecuali atas izin
pencipta. Peraturan mengenai hak cipta dimuat dalam Undang-Undang No 19 Tahun
2002 yang bertujuan untuk merealisasikan amanah Garis Besar Hukum Negara (GBHN)
dalam rangka pembangunan dibidang hukum, dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi
pencipta dan hasil karya ciptaannya. Upaya untuk yang dilakukkan terhadap
pelanggaran hak cipta dapat dilakukkan dengan memperkuat kelembagaan hak cipta,
sosialisasi dan peningkatan kesadaran hukum masyarakat, dan penindakan hukum
terhadap pelanggaran hak cipta.
Hak paten merupakan bentuk perlindungan hak kekayaan inelektual yang sangat efektif karena dapat mencegah pelaksanaan invensi oleh pihak lain tanpa seizin hak paten, walaupun pihak lain memperoleh teknologinya secara mandiri (bukan meniru). Hak paten diatur dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2001, hak paten diberikan untuk invensi yang memenuhi syarat kebaruan, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri selama 20 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Saidin, H. OK. S.H., M. Hum. Aspek Hukum Hek Kekayaan Intelektual (Intellectual PropertyRights). Edisi Revisi 6. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 2007.
Maghfirroh, Chaniffatul.
Makalah Hak Paten. Akademi Komunitas
Negeri Lamongan: Lamongan. 2016.
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang
Hak Cipta.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten.
Peraturan Menteri Kehakiman No.
M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Penciptaan.
Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1989
tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyak Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan,
Ilmu Pengetahuan, Penelitian dan Pengembangan.
Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
No comments:
Post a Comment